Sabtu, 11 Januari 2014

LALA BUNTAR (Lala Bunte)



Pada zaman dahulu kala ada sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Silang, letaknya kira – kira 35 kilometer sebelah timur Sumbawa sekarang, tepatnya di Desa Pemasar di Kecamatan Plampang. Raja Silang mempunyai seorang Putri yang sangat rupawan yang bernama Lala Buntar atau Lala Bunte panggilan akrabnya. Diberikan nama demikian oleh ayahnya karena parasnya yang elok dan rupawan bagaikan Bulan Purnama ( Buntar dalan Bahasa Sumbawa berarti Purnama ).

Disamping parasnya yang rupawan Lala Bunte juga sangat boto ( boto berarti terampil ) Salah satu keterampilannya adalah keahlian menenun kain. Kain tenun hasil tenunannya sangat indah dengan motif – motif khas yang mempesona, dan tenunannya itu sangat baik kualitasnya. Hal ini membuat nama Lala Bunte semakin terkenal ke seluruh pelosok negeri. Karena keterampilannya itu sang ayah yang sangat menyayangi Lala Bunte memberika hadian kepada putrinya, berupa seperangkat alat tenun terbuat dari emas.

Mendengar berita tentang Lala Bunte banyaklah putra – putra raja bahkan raja – raja yang ingin melamar untuk dapat mempersunting Lala Bunte. Pada suatu hari Raja Silang kedatangan beberapa orang tamu. Ada yang datang dari kerajaan yang ada di Pulau Sumbawa, dan bahkan daru luar Sumbawa antara lain dari kerajaan Gowa.

Mereka semua bermaksud sama yakni datang untuk meminang Lala Bunte. Hal yang demikian itu membuat bingung Raja Silang, terlebih – lebih semua tamu yang datang masing – masing bersikeras agar niat mereka dapat dikabulkan.Suasana yang tadinya dirasa akrab berubah menjadi panas. Bahkan satu sama lain dari tamu tersebut sudah saling tantang untuk melakukan adu fisik dan kesaktian.

Melihat keadaan seperti itu, raja Silang berusaha untuk menenangkan keadaan, dengan cara yang bijaksana. Raja Silang mengambil keputusan bahwa permintaan dari tamu – tamunya tidak ada yang diterima maupun ditolak, karena terlebih dahulu akan dirembug dengan segenap keluarga dan para penasehat termasuk dengan Lala Bunte sendiri. Raja menetapkan waktu satu minggu untuk memberi keputusan. Kesempatan satu minggu itupun digunakan oleh Raja Silang untuk bermusyawarah.  

Pada malampertama dilakukannya musyawarah Raja Silang meminta pendapat putrinya Lala Bunte sebagai putri satu – satunya itu. Lala Bunte ternyata memiliki pendapat yang sama sekali berbeda dengan yang diharapkan oleh keluarganya. Semua yang hadir dalam pertemuan itu terperanjat dengan keinginan Lala Bunte untuk pergi meninggalkan kerajaan agar perpecahan yang bakal terjadi dapat dihindari. Lala Bunte berfikir bahwa dengan perginya dirinya dari kerajaan akan dapat mencegah terjadinya pertumpahan darah karena yang diperebutkan sudah tidak ada lagi.

Keputusan Lala Bunte sudah pasti tidak ada yang dapat merubahnya. Dengan berat hati akhirnya seluruh keluarga menyetjui permintaan Lala Bunte. Dengan diiringi oleh para Jowa Perjaka ( para pendamping/pengikut), keesokan harinya berangkatlah Lala Bunte meninggalkan kerajaan, meninggalkan istana, dan meninggalkan ayah ibunya. Lala Bunte pergi menuju ke satu tempat untuk mengasingkan diri. Dalam kepergiannya itu Lala Bunte membawa serta peralatan tenunnya yang terbuat dari emas.

Dalam perjalanannya Lala Bunte sempat berfikir bahwa kemanapun dia pergi sepanjang masih dilihat orang maka dirinya tetap akan diperebutkan. Oleh sebab itu, tidak terlalu jauh dari kerajaannya, Lala Bunte meminta kepada pengikutnya untuk berhenti. Dalam perhentiannya itu Lala Bunte meminta kepada pengikutnya untuk membuat timbunan batu dan tanah. Timbunan tersebut dibentuk menyerupai bukit. Di tengah – tengah timbunan tersebut terdapat ruangan yang ditempati oleh Lala Bunte  bersama pengikutnya. Dipuncak timbunan tersebut dibuatkan lubang dengan maksud agar Lala Bunte dan pengikutnya yang ada didalam timbunan itu dapat bernafas. Salah seorang pengikutnya tetap berada diluar timbunan itu yang bertugas untuk menjemput makanan dari Istana Kerajaan guna keperluan Lala Bunte.

Satu Bulan lamanya Lala Bunte di dalam timbunan tanah dan batu yang meyerupai bukit itu menerima makanan yang diantarkan oleh pengikutnya.Pada suatu saat setelah itu, Lala Bunte dan pengikutnya didalam sudah tidak lagi muncul untuk menerima pasokan makanan.Pelayan yang betugas memasukkan makanan itu berfikir tentunya Lala Bunte beserta pengikutnya yang ada didalam timbunan tanah dan batu itu telah meninggal.Oleh pelayanan yang ada di luar, akhirnya lubang yang ada di puncak bukit tersebut ditutup dan dibuatkan kuburan diatasnya. Sampai sekarang kuburan tersebut dapat dilihat tepat di atas sebuah bukit kira – kra 5 km dari Desa Pemasar Kecamatan Plampang.

Pernah dua kali kuburannya ingin dibongkar oleh orang yang mengharap dapat mengambil emas – emas yang dibawa Lala Bunte beserta pengikutnya akan tetapi selalu gagal. Mereka yang mencoba untuk mengambilnya selalu berhadapan dengan peristiwa alam yang keras seperti hujan lebat,kilat dan petir yang menyambar debu yang beterbangan dan lain – lain peristiwa alam yang menyeramkan.  

Sumber : M. Nur Syiraj

Bakat Loka dan Buir



Di jaman yang telah lampau tersebutlah didalam kisah seorang putera raja yang konon berasal dari Gowa Sulawesi Selatan. Ia datang ke tempat ini bukan untuk memerintah tetapi untuk menyebarkan Agama Islam. Tempat ini dinamakan Bekat Loka, suatu tempat yang dijadikan tempat tinggal dan lama kelamaan menjadi sebuah dusun. Bekat asal katanya adalah berkat. Dusun yang diberkati Allah tempat bermukim seorang alim dari Putera Raja Gowa. Di Dusun Bekat Loka inilah akhirnya Putera Raja Gowa wafat. Kini lokasi itu dapat dilihat lebih kurang seratus depa sebelah tenggara sebuah bukit kecil yang dikenal dengan Ponan. Bukit Ponan sendiri terletak diantara tiga buah dusun yaitu Dusun Poto, Dusun Malili, dan Dusun Lengas. Di Dusun Bekat Loka inilah lahir seorang putera yang dikenal oleh penduduk setempat dengan nama Haji Batu yang makamnya sekarang dapat dilihat dipuncak Bukit Ponan. Bekat Loka merupakan asal muasal munculnya ketiga dusun yang disebutkan diatas yaitu Dusun Poto, Dusun Malili, dan Dusun Lengas.

Dusun Bekat Loka lama kelamaan banyak ditinggalkan oleh penduduknya. Para penduduk lebih memilih bertempat tinggal dekat dengan tanah garapannya yang dibukanya sendiri pada saat itu. Akhirnya terbentuklah sebuah dusun yang lain yang diberi nama Samongal yang letaknya juga diatas sebuah bukit berdekatan dengan sebuah sungai kira-kira berjarak seratus meter dari Dusun Poto, yaitu disebelah utara dusun Bekat Lengas. Nama Samongal berasal dari kata Samonga artinya dalam bahasa Sumbawa yang diandalkan. Di Dusun Samongal inilah sebagian besar keturunan putera Raja Gowa bermukim dan lama kelamaan melahirkan dua bersaudara yang kelak akan menjadi penyambung lidah Sultan Samawa Pertama.

Kedua orang bersaudara itu dalam perkembangannya diangkat menjadi pemegang adat dan pemerintahan. Sebelum melaksanakan pemerintahan keduanya lebih dahulu disumpah secara Islam oleh Datu Qadi. Kedua orang bersaudara itu setelah disumpah diberi gelar masing-masing Dea Dasin Salidin dan Dea Gamal. Dea Dasin Salidin memegang adat dan pemerintahan dari Samongal Moyo Hilir (Paroso) sampai ke Buir (Juru Mapin) Alas. Sedang Dea Gamal bertugas menjaga dan meneliti adat secara Islami.

Adat dalam penyelenggaraan pemerintahan saat itu adalah adat yang bersifat asli (primitive) yang dilaksanakan secara Islami artinya bersendikan syara dan Kitabullah. Sampai sekarang adat-adat ini sebagian masih dipertahankan sesuai dengan jamannya.

Dalam melaksanakan tugasnya Dea Dasin Salidin diberikan imbalan tanah sawah berlokasi di Orong Rea. Tanah Sawah ini disebut Uma Panyaka. Yang diberikan kepercayaan untuk penyelenggaraan sawah itu adalah orang-orang dari Dusun Sengkal dan Dusun Batu Bulan. Mereka ini bukan budak tetapi disebut Tau Sanak (artinya orang yang dipandang sebagai keluarga).

Dea Dasin Salidin adalah sosok pemimpin yang memiliki rasa kasih sayang yang tinggi terhadap rakyatnya, sehingga rakyat pada waktu itu juga memiliki rasa berbakti yang tinggi pula. Dalam perjalanan hidup akhirnya Dea Dasin Salidin (pertama) wafat dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Tidak lama setelah Dea Dasin 1 wafat dan dimakamkan, diangkatlah Dea Dasin 2 yang merupakan putera dari Dea Dasin 1. Dea Dasin 2 dikenal juga dengan nama Dea Dasin Ali. Dea Dasin 2 ini merupakan tokoh yang tangkas, tegap, jujur dan adil pula. Sebagai bukti bahwa Dea Dasin 2 adalah sosok pemimpin yang jujur dan adil yaitu ketika anaknya yang bernama Poro Ali (bakal Dea Dasin 3) menentang adat maka anaknya itu dimasukkan bui. Kedatangan Belanda ke Sumbawa pada waktu itu tidak banyak mempengaruhi perilaku rakyat karena adat dilaksanakan sangat kuat sesuai dengan syariat Islam. Atas sikap adil yang luar biasa yang ditunjukkan oleh Dea Dasin 2 maka pihak Belanda pada waktu itu memberikan dan menyematkan Bintang Jasa dari emas.

Sesuai dengan adat maka disamping Dea Dasin ada Dea Gamal yang bertugas menjaga dan meneliti adat secara Islami. Penjagaan adat itu mulai dari dalam Istana sampai ke lapangan , yaitu misalnya adat di masjid, adat di rumah-rumah pejabat, adat di rumah, adat berhadapan dengan guru agama, alim ulama, dan lain-lain. Di Istana, dua jabatan adat yang dijabat oleh dua bersaudara ini urutan duduknya sebagai berikut. Sultan berjejer dengan Menteri Lante. Dea Dasin dan Dea Gamal berjejer dengan Adipati Raja. Mereka duduk berhadapan dengan Raja (Sultan) dalam bermusyawarah adat atau lainnya. Jika salah seorang belum hadir maka musyawarah adat belum dimulai.

Dea Gamal (1, 2 dan 3) pada jamannya masing-masing mempunyai tugas yang sama. Imbalannya adalah sawah di Kecamatan Utan sekarang yang disebut dengan Uma Gamal. Sampai sekarang ini sawah tersebut tetap dikenal dengan nama Uma Gamal.

Asal usul Dea Dasin dan Dea Gamal ini adalah keturunan Sulawesi. Demikian pula dengan Sultan Sumbawa. Buir identik dengan Bekat. Jika orang menyebut Buir maka sudah termasuk di dalamnya Kalabeso, Tarusa, dan Jurumapin. Dan jika orang menyebut Bekat maka termasuk didalamnya adalah Poto, Malili, dan Lengas, yang masih dapat dilihat sekarang adalah pakaian adat istana yang dulunya dipakai oleh kedua pejabat ini.

Sumber : A.W. Syihabuddin Z

Rabu, 08 Januari 2014

Tugas 5 Pengantar Komputer



SUKA DUKA SELAMA MENJADI MAHASISWA FKIP

Mahasiswa bukan sebuah status yang harus dibanggakan dan juga bukan status yang harus disesalkan. Kita harus berbangga karena telah melewati jenjang sekolah menengah dan berlanjut ke perguruan tinggi, itu merupakan sebuah proses perjalanan yang sangat tidak mudah. Namun, jangan terlalu berbangga dengan apa yang kita dapatkan sekarang, karena tantangan besar menanti di depan mata.

Alhamdulillah saya bersyukur kepada ALLAH SWT., karena rahmat dan hidayah-Nya saya dapat berada di kampus FKIP Universitas Mataram di jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah untuk Reguler Sore, serta tidak lupa berterima kasih atas do’a dan dukungan kedua orang tua dan keluarga tercinta. Ini adalah kesempatan yang saya tunggu, menjadi seorang mahasiswa. Mahasiswa bukan sebuah pekerjaan yang dikerjakan dengan cara pulang dan pergi kuliah, tapi mahasiswa juga harus mampu mengasa dan mengembangkan kemampuan individu yang dimiliki. Di FKIP banyak sekali organisasi yang dapat diikuti untuk mengembangkan kemampuan tersebut, dari kemampuan menjadi pelakon, jurnalis, dan bahkan wirausaha pun ada. Pertama kali menginjakan kaki di kampus FKIP saya seperti tidak percaya telah berada di sana, tempat yang saya impikan untuk melanjutkan pendidikan. Hari pertama menjadi mahasiswa bahasa Indonesia saya merupakan salah satu orang yang mengusulkan pemilihan pengurus kelas, karena ketika dosen pertama masuk kita belum memiliki ketua tingkat dan jajaran pengurus yang lain. Tanpa diduga sebelumnya, saya selaku yang mengusulkan langsung diberi kepercayaan untuk mengisi posisi sebagai ketua tingkat, walaupun awalnya saya tidak mau tapi karena teman-teman yang lain mempercayai saya dan walaupun kita baru kenal, saya menerima kepercayaan itu.

Hari demi hari, minggu demi minggu, serta bulan demi bulan saya lewati. Masalah datang satu persatu menghampiri kelas ini. Jadual kuliah yang dipindahkan, ruangan yang tidak cukup, bahkan fasilitas yang tidak memadai, itu membuat saya pusing tujuh keliling memikirkannya. Jika jadual kuliah dipindah maka saya harus mencari ruangan yang kosong, itu kalau ada yang kosong. Berbicara fasilitas, FKIP merupakan kampus dengan fasilitas yang cukup baik, tapi disayangi banyak yang hanya sekedar pajangan atau tidak berfungsi, seperti kipas dan ac, serta ruangan kelas yang tidak sesuai dangan jumlah mahasiswa. Ini adalah suatu hal yang sangat tidak diinginkan, tetapi mau bagaimana lagi harus tetap bersabar. Sebab segala sesuatu pasti ada hikmahnya, dan juga saya berpikir yang lebih penting itu adalah ilmunya. Karena ayah saya pernah berkata dimana saja kita menimbah ilmu selama itu bermnfaat tidak masalah, baik di bawah pohon asam sekalipun.

Masalah yang lain adalah di dalam kelas A. Sebagai ketua tingkat saya selalu berusaha mengerti, memahami dan melayani teman-teman saya. Namun, satu hal yang masih saya tidak mengerti adalah saat mereka sudah kuliah satu bulan lebih, mereka selalu menanyakan hal yang seharusnya mereka sudah tahu, seperti “jam berapa kita masuk?, kuliah apa sekarang?, dimana ruangannya?.” Hal itu sempat membuat saya cukup kesal, tetapi saya berusaha untuk sabar menghadapinya. Adapun pertanyaan yang tidak kalah bikin kesal yaitu “dosennya masuk atau tidak?, “ mereka selalu mempertanyakan hal itu sebelum mereka berangkat kuliah, alasan mereka menanyakan itu agar tidak repot-repot datang ke kampus. Saya mencoba memberikan mereka pengertian bahwa dosen masuk atau tidak itu urusan beliau dan saya tidak memiliki kewenangan untuk itu.


KELUH KESAH SELAMA MENGIKUTI KULIAH PENGANTAR KOMPUTER

Pengantar komputer, awalnya saya kurang tertarik dengan mata kuliah ini karena saya berpikir pasti hanya berkaitan dengan word, excel, dan power point saja. Ternyata semua yang saya pikirkan itu salah besar, semua tidak sesuai dengan apa yang saya perkirakan. Pengantar komputer tidak hanya mengajar tentang hal itu, disini kita diajar bagaimana sebuah sarana bisa menjadi tempat untuk menulis tentang suatu hal yang tidak pernah terbayangkan oleh diri kita sendiri, seperti sebuah pertanyaan sederhana yang jawabannya cukup menguras tenaga dan pikiran, pertanyaannya adalah “SIAPA SAYA?” itu membuat saya berpikir dan merenung sendiri.

Pertanyaan yang sederhana tersebut akhirnya melahirkan sebuah motivasi dalam diri saya dalam menjalankan hidup dan melaksanakan tugas saya saat ini sebagai seorang mahasiswa. Selain menulis hal itu semua, di pengantar komputer saya belajar bagaimana berkreasi, berinspirasi, berimajinasi dengan sebuah program yang tidak pernah saya dengar sebelumnya yaitu macromedia flash. Ini membuat saya menemukan salah satu kemampuan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya dan ini sangat-sangat berguna dan bermanfaat. 

Terima kasih untuk mata kuliah pengantar komputer, untuk pengetahuan selama satu semester ini, terkhusus juga untuk dosen pengampuh Bapak Syahrul Qodri terima kasih untuk ilmunya. Saya mohon maaf jika selama semester satu ini saya banyak mengecewakan bapak, selama saya menjadi ketua tingkat mungkin saya tidak bisa menjadi penyambung lidah yang baik, tapi itu semua tidak terlepas dari semua kekurangan yang saya miliki.


SENANG DAN TIDAK SENANGNYA TERHADAP DOSEN YANG MENGAJAR SELAMA SATU SEMESTER

Saya sangat senang dengan dosen-dosen yang mengajar  selama satu semester ini, dari dosen linguistik umum, pengantar filsafat, pengantar komputer, menyimak, pengantar pendidikan, kewirausahaan, profesi keguruan, teori sastra dan bahasa Inggris. Dosen yang mengajar cukup beragam, dari yang  mudah sampai yang paling tua. Sebagai ketua tingkat saya cukup sering berkomunikasi dengan semua dosen tersebut dan jujur dosen-dosen yang memiliki usia cukup tua adalah dosen yang cukup sulit diajak berkomunikasi dan saya mencoba untuk mengerti.

Suatu kejadian yang sangat tidak mengenakan adalah ketika mata kuliah profesi keguruan, saat hari itu saya menginformasikan kepada teman-teman bahwa mata kuliah tersebut tidak masuk karena dosennya berhalangan hadir. Namun, yang terjadi justru sebaliknya dosen datang dan teman-teman sudah pulang tapi yang tersisa cuma tiga orang saja. Mereka berbicara kepada saya bahwa dosen itu mengatakan kelas 1A ini orangnya nakal-nakal dan diancam semua nama di kelas 1A dicoret, saya jadi bingung padahal tiga hari sebelumnya ketika saya pergi mengambil buku ke rumah beliau, beliau mengatakan tidak bisa masuk karena ada keperluan di luar daerah dan itu disaksikan oleh dua orang teman saya. Dari kejadian ini saya mencoba untuk melihat kondisi satu minggu berikutnya, saya coba berkomunikasi dengan beliau melalui handphone tetapi sia-sia dan tidak dihiraukan. Satu hal yang membuat  saya terkejut ketika minggu kedua saat teman perempuan mencoba berkomunikasi dengan beliau melalui handphone justru mendapatkan respon yang lebih baik, saya menjadi lebih bingung sendiri. Aneh! Sejak itu seolah-olah kejadian kemarin seperti tidak pernah terjadi dan beberapa minggu berikutnya beliau lebih sering menghubungi saya untuk memberikan beberapa tugas karena beliau tidak bisa hadir.

Selain itu banyak juga dosen-dosen jarang hadir, sehingga membuat saya dan teman-teman harus belajar sendiri. Namun, karena kecenderung belajar sendiri di dalam kelas itu menyebabkan perdebatan yang tidak ada habisnya, sehingga kita butuh dosen sebagai penengah atau pemberi pencerahan tapi sayang dosennya tidak ada. Ini adalah hal yang tidak saya harapkan sebelumnya, bahkan tidak sama sekali. Semoga hal ini tidak terjadi pada semester berikutnya. Amin Ya Robb.

Terima kasih kepada dosen-dosen pengampuh atas ilmunya selama satu semester ini. Semuanya telah berjalan dengan baik, mungkin ada beberapa kekurangan tapi itu bisa diatasi.



Nama  : ARDIAN SYAHPUTRA
NIM    : E1C113009
Kelas   : 1A 
Prodi   : Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah (Reguler Sore)