Folklor
adalah sebagian kebudayaan suatu bangsa yang tersebar dan diwariskan secara
turun-temurun, secara tradisional dalam versi yang berbeda-beda, baik dalam
bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu
pengingat. Folkor berkembang sesuai tingkat religi masyarakat itu sendiri. Hal
ini, karena kerja folklor tidak terlepas dari hasil pemikiran manusia. Folklor
diciptakan, di sebarkan, dan diwariskan secara lisan (dari mulut ke mulut). Oleh
karena itu, folklor tersebar hanya di daerah tertentu yang masyarakatnya masih
berhubungan erat dan masih dalam satu ruang lingkup komunikasi. Folklor
tersebar begitu saja sehingga tidak diketahui penciptanya. Folklor sendiri terdiri
atas berbagai macam versi serta mengandung pesan moral. Adapun folklor lisan
yang bentuknya murni lisan yaitu diciptakan, di sebar luaskan, dan di wariskan
secara lisan. Contohnya: bahasa rakyat (logat, julukan), ungkapan tradisional
(pribahasa, pepatah), pertanyaan tradisional (teka-teki), puisi rakyat (pantun,
syair), cerita prosa rakyat (mitos, legenda, dongeng) dan juga nyanyian rakyat
(di sebut juga lagu-lagu di berbagai daerah).
Sama
halnya dengan daerah-daerah lain di penjuru Indonesia. Daerah Sumbawa juga
memiliki kebudayaan yang menjadi ciri khas masyarakat Sumbawa. Masyarakat
Sumbawa biasa di sebut dengan “Tau Samawa”. Para tau Samawa pada zaman dahulu
memiliki berbagai macam adat-istiadat tradisional yang bernilai seni sastra.
Salah satunya yakni Lawas, Tuter, Panan, dan Ama. Semua ini merupakan bagian
dari folklor atau hasil kreativitas para tau Samawa pada zaman dahulu yang
disampaikan secara turun-temurun hingga ke generasinya saat ini. Macam-macam
folklor ini di buat sesuai dengan fungsi atau maksud dan cara penyampainya
masing-masing.
Adapun
ungkapan tradisional dalam budaya Sumbawa disebut dengan “Ama.” Ama merupakan pribahasa
ciri khas daerah Sumbawa. Ama ini dibuat oleh para tau Samawa, berbentuk kata
kiasan dalam bahasa Sumbawa yang memiliki makna-makna tertentu, dapat berisi
petuah, nasehat, dan pelajaran bagi pendengarnya. Fungsinya untuk mengajarkan
moral kepada generasi-generasi muda. Proses edukasi seperti ini juga mengandung
nilai seni, karena Ama merupakan hasil kreativitas atau buah pikir manusia yang
di ungkapkan dengan kata-kata yang di indahkan.
Beberapa contoh
ama dalam budaya Sumbawa, sebagai berikut:
- Yamo porat air langan poto artinya “bagai menarik bambu dari ujungnya.” Adapun maksud dari ungkapan ini adalah ungkapan untuk orang yang sedang menghadapi masalah berat.
- Mara bote bau balang artinya “Seperti kera menangkap belalang.” Adapun maksud dari ungkapan ini adalah jika kera menangkap belalang maka akan di simpan diketiaknya, lalu mengkap lagi dan yang di simpan itu terbang lagi. Ini merupakan ungkapan untuk orang yang tidak puas dengan apa yang diperoleh.
- Ajar bote ntek kayu artinya “mengajar kera memanjat pohon.” Adapun maksud dari ungkapan ini adalah sindiran untuk orang yang banyak bicara padahal orang yang diajak bicara lebih pintar. Ungkapan ini juga sindiran untuk orang yang sombong.
- Yamo tu bolang sira lako lit artinya “bagaikan membuang garam di laut.” Adapun maksud dari ungkapan ini adalah sindiran untuk orang yang diberi nasihat namun tidak menghiraukan atau orang yang memberi pertolongan kepada orang yang tidak butuh pertolongan.
- Mara bodok sio kuku artinya “bagai kucing yang menyimpan kuku.” Adapun makna dari ungkapan ini adalah sindiran bagi orang pintar yang suka menyembunyikan kepintarannya.
- Turit jempang tau nyoro artinya “mengikuti jejak pencuri.” Adapun makna dari ungkapan ini adalah ungkapan untuk orang yang selalu sial, seperti di tuduh berbuat jahat padahal orang itu tidak melakukannya.
- Bastili pang salak rebu selamar artinya “berlindung dibalik sehelai rumput.” Adapun makna dari ungkapan ini adalah sindiran untuk orang yang selalu menyembunyikan kesalahan dengan bermacam-macam alasan.
- Mara jaran boko gula artinya “seperti kuda membawa gula.” Adapun makna dari ungkapan ini adalah ungkapan untuk orang yang sudah bekerja keras namun orang lain yang menikmati hasilnya.
- Tili sira no basa artinya “melindungi garam agar tidak basah.” Adapun makna dari ungkapan ini adalah sindiran untuk orang yang suka menyembunyikan aibnya agar tidak diketahui orang lain.
- Mara pio adang adal artinya “seperti burung menghadang embun.” Adapun makna dari ungkapan ini adalah ungkapan untuk orang yang melakukan pekerjaan yang sia-sia.
- Ete range teruk mata artinya “ambil kayu tusuk mata.” Adapun makna dari ungkapan ini adalah ungkapan untuk orang yang melakukan pekerjaan beresiko tinggi.
- Irak rum motong setambul artinya “ribut di roma kebakaran di istambul.” Adapun makna dari ungkapan ini adalah ungkapan suatu peristiwa di mana lain tempat kejadiannya tapi lain tempat ribut atau hebohnya.
- Jaran rea rik tali artinya “kuda besar menginjak tali.” Adapun makna dari ungkapan ini adalah ungkapan untuk seorang yang melakukan sesuatu tapi tidak sadar berdampak buruk pada dirinya.
- Bilen api bao puntuk artinya “meninggalkan api di atas potongan kayu.” Adapun makna dari ungkapan ini adalah ungkapan untuk seorang yang meninggalkan pekerjaan yang belum selesai.
- Mira kepia artinya “Merah songkok.” Adapun makna dari ungkapan ini adalah sindiran bagi orang yang selingkuh.
- Ayam todok tele artinya “ayam mematok telur.” Adapun makna dari ungkapan ini adalah ungkapan untuk seorang yang tidak berhasil memimpin suatu kelompok, organisasi atau lembaga.
Demikian beberapa penjelasan dan contoh
ungkapan tradisional dalam budaya Sumbawa yang disebut dengan “Ama.” Semoga
dengan penjelasan ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman dalam dunia
folklor nusantara di Indonesia, khususnya budaya yang ada di Sumbawa-Nusa
Tenggara Barat.