Senin, 23 Desember 2013

SONGKO REKKA

(Songko Rekka)

Dusun Sawange, Desa Paccing, Kecamatan Awangpone, berada tak jauh dari Ibukota Kabupaten Bone, Watampone, yang hanya berjarak sekitar 10 kilometer. Warga di dusun tersebut dikenal sebagai pengrajin anyaman seratan pohon lontar yang dibuat menjadi Songkok Recca atau songkok Bone. Maka, janganlah heran jika kita selalu mendapatkan sejumlah ibu rumah tangga atau remaja perempuan di desa ini berada di bawah kolong rumahnya sedang menganyam seratan pohon lontar.
Jemari lentik ibu -ibu dan remaja perempuan di Dusun Sawange dalam menganyam seratan pohon lontar menjadi pemandangan keseharian. Seratan pohon itu dianyam pada sebuah media yang disebut Assareng atau dudukan pembuat bentuk dan ukuran songkok itu sendiri.

Pada zaman pemerintahan Andi Mappanyukki (raja Bone ke-31), songkok recca diberi aksesoris dengan pinggiran emas, dalam bahasa Bugis yaitu Pamiring Pulaweng, sebagai identitas strata sipemakainya. Semakin tebal ukuran benang emasnya maka semakin tinggi derajat stratanya.

Songkok Recca’ terbuat dari serat pelepah daun lontar dengan cara dipukul-pukul (dalam bahasa Bugis : direcca-recca) pelepah daun lontar hingga yang tersisa hanya seratnya. Serat ini biasanya berwarna putih, tetapi setelah dua atau tiga jam kemudian warnanya berubah menjadi kecoklat-coklatan. Untuk mengubahnya menjadi hitam bukan karena sengaja diberi pewarna tetapi serat tersebut direndam dalam lumpur selama beberapa hari. Serat tersebut ada yang halus ada yang kasar, sehingga untuk membuat songkok recca’ yang halus maka serat haluslah yang diambil dan sebaliknya serat yang kasar menghasilkan hasil yang agak kasar.

Nah di Sumbawa hingga kini juga masih banyak yang menggunakan Songko Recca ini pada upacara-upacara adat. Pertanyaan saya, bagus tidak kalau songkok itu dijadikan atau dipertahankan sebagai bagian dari pakaian adat Sumbawa ??? Kalau iyaa..maka harus mengirim orang ke Bone untuk kursus membuatnya disana. Kan nggak lucu kalau pakaian adat itu justeru tidak ada orang Sumbawa yang bisa membuatnya.

sumber : viaFB "Ahmad Zuhri Muhtar"

SITUS YANG TIDAK TERURUS


Banyak situs purbakala di Sumbawa yang mesti mendapat perhatian pemerintah, antara lain Situs Batu Bergores yang terletak di Desa Tepal Kecamatan Batulanteh Kabupaten Sumbawa. Situs ini berada diatas gunung yang hanya bisa dicapai melalui jalan setapak. Dari Desa Tepal memakan waktu sekitar 3 jam berjalan.

Pada situs Batu Bergores ini ditemukan gambar manusia, tombak, anak panah, tanda panah, telapak kaki, bundaran dan gambar - gambar lainnya. Ukuran batu bergores ini berdiameter 210 cm dengan tinggi dari dasar lereng 190 meter.

Jika dianalisa bentuk atau gambar yang terdapat di Batu Bergores ini maka bisa disimpulkan bahwa masyarakat pada masa itu bermata pencarian sebagai pemburu binatang dan mereka tidak bertempat tinggal menetap melainkan berpindah-pindah, tergantung pada binatang-binatang buruannya atau dan gambar manusia,menunjukan bahwa masyarakat telah mengenal sistem kepercayaan pada roh nenek moyang yang dianggap memiliki kekuatan magis religious. Situs Batu Bergores ini juga sekaligus menandakan bahwa di Desa Tepal pernah hidup manusia purba.

Kendati demikian Batu bergores ini masih perlu diteliti kembali untuk mengetahui secara spesifik agar diketahui tentang kehidupan sosial budaya, ekonomi serta sistem kepercayaan yang dianut dan juga perlu pengawasan dalam menjaga dan melestariakan situs Batu Bergores tersebut agar jauh dari kerusakan baik yang disebabkan oleh alam maupun tanggan manusia.


sumber : viaFB "Ahmad Zuhri Muhtar"

ROKO JONTAL


Pohon Lontar ( Borassus flabellifer ) adalah sejenis palma (pinang-pinangan) yang tumbuh di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Pohon Lontar ini juga banyak tumbuh di Sumbawa dan salah satu mamfaatnya yakni daun Lontar yang dijadikan kulit rokok khas Sumbawa " Roko Jontal ". Hanya sayang masarakat Sumbawa sudah melupakan keberadaannya. Generasi Tau Samawa sekarangpun sudah lupa atau banyak yang tidak mengetahui bahwa dulu Lontar atau Jontal yang tumbuh di Sumbawa itu dibawa dari Sulawesi. Kapan itu terjadi...tepatnya ketika Mas Goa atau Raja Sumbawa terakhir dari Dinasti Dewa Awan Kuning yang di kudeta oleh sekelompok petinggi kerajaan dibantu kerajaan Goa Sulawesi Tahun 1673 M.

Mas Goa diturunkan dari tahtanya secara paksa dan diusir ke Ano Rawi tepatnya di wilayah Kecamatan Utan sekarang. Mas Goa dituduh masih menganut paham Hindu ( animisme ) dan melanggar kesepakatan dengan kerajaan Goa, padahal sejujurnya beliau sudah memeluk Islam.

Saat di Utan lah beberapa ulama dari Bajo, dan Selayar datang membantu Mas Goa mengajarkan Agama Islam kepada rakyat Utan sekalian membawa bibit pohon Lontar untuk ditanam di Utan. Para ulama itu juga mengajar masarakat bercocok tanam dan membangun Lapan Rea yang hingga kini masih dimamfaatkan oleh masarakat setempat.

Mas Goa tidak terbukti melaksanakan paham animisme seperti yang dituduh kepadanya. Bahkan, Islam di wilayah Utan tumbuh pesat, begitu pula perekonomian masarakatnya hingga Utan diperintah anak keturunan Mas Goa.


sumber : viaFB "Ahmad Zuhri Muhtar"

Sinopsis NOVEL 5 CM



5 cm adalah novel karya Donny Dhirgantoro pada tahun 2005 yang diterbitkan oleh Grasindo. Novel ini menceritakan tentang perjalanan lima sahabat yakni Arial, Riani, Zafran, Ian dan Genta. Novel ini mencetak rekor Bestseller book di Gramedia Bookstore selama 2 tahun berturut-turut. Pada tahun 2012, novel ini diadaptasi menjadi sebuah film dengan judul yang sama 5 cm.

Novel ini secara garis besar bercerita mengenai persahabatan dan nasionalisme. Banyak di antara kita yang beranggapan nasionalisme adalah perkara yang pelik. Melalui 5 Cm, kita diajak bermain-main dengan rasa cinta pada negeri ini secara sederhana melalui kelima sahabat yang menjadi tokoh utama novel besutan penulis Donny Dirghantoro. Novel ini dibuka dengan perkenalan masing-masing tokoh yaitu Arial, Zafran, Genta, Riani dan Ian. Secara cerdas, sang penulis merekatkan karakter kuat pada masing-masing tokoh. Hal ini yang membuat 5 Cm cukup diunggulkan dari novel lain. Jika secara umum pada permulaan novel kita dibiarkan menebak seperti apa karakter para tokoh, maka di dalam 5 cm, kita tidak dibiarkan menebak sebab karakter tokoh sudah terbaca kuat di halaman awal.

Kelima tokoh utama ini telah berada dalam lingkar persahabatan selama kurang lebih tujuh tahun. Hingga suatu saat mereka diliputi kebosanan. Kehidupan yang monoton membuat mereka berpikir untuk berpisah selama tiga bulan. Pada masa berpisah tersebut, mereka tidak diperkenankan melakukan komunikasi dalam bentuk apapun, dalam kurun tiga bulan tersebutlah, mereka ditempa dengan hal baru, dengan rasa rindu yang saling menyilang. Tentang tokoh Riani yang mencintai salah satu sahabatnya. Tentang Zafran yang merindui adik Arial, sahabatnya sendiri. Tentang Genta yang memilih mengagumi Riani dengan diam dan masih banyak lagi lainnya. Sampai pada bagian ini, konsep nasionalisme masih blur.

Ide mengenai nasionalisme disisip penulis dengan cerdas pada bagian saat mereka kembali bertemu. Kelima sahabat ini memutuskan menunaikan rindu dengan mendaki puncak gunung tertinggi di Pulau Jawa, Semeru. Surga dunia yang dititip Tuhan di Nusantara. Alasan yang lebih dari cukup bagi orang-orang (khususnya anak muda) untuk mencintai bangsa ini dan memajukannya dengan tekad yang disimpan di kening, tak lebih dari 5 cm. Pada bagian ini pula, penulis merubah kisah persahabatan menjadi kisah petualangan yang dibumbui cita-cita, tekat dan kisah cinta yang manis. Cinta segitiga di antara mereka dikemas dengan tawa bukan tangis. Hal ini yang menjadikan 5 Cm menarik. Hal kecil yang mainstream (biasa) dibuat berbeda tetapi natural. Hal lain yang mempertegas semangat nasionalisme dalam buku ini adalah petikan-petikan quote yang powerful misalnya: Sebuah Negara Tidak Akan Pernah Kekurangan Seorang Pemimpin Apabila Anak Mudanya Sering Berpetualang di Hutan, Gunung & Lautan (Hendry Dunant).